Monday, February 18, 2013

MENGGAMBAR ADALAH PILIHAN HIDUP

Judul postingan ini kelihatannya aja berat... tapi sama sekali nggak berat kok. Basically, post kali ini isinya cuma curhatan tentang apa aja yang udah saya alami selama belasan tahun ini.

Kalau soal hidup, bisa dibilang saya udah mengalami banyak hal. Udah pernah di atas. Udah pernah di bawah. Udah pernah punya koneksi sp**dy yang cetar membahana. Udah pernah terpaksa ke warnet malam-malam karena ga kuat bayar tagihan. Udah pernah makan di restoran yang bill-nya luar biasa. Dan udah pernah nggak punya uang sama sekali, sampai buat makan pun bener-bener dihemat sampai ke receh-recehnya.

Tapi yang kali ini mau saya ungkapkan adalah pilihan hidup....

Waktu masih kecil banget, hidup saya berpusat pada dua hal : boneka dan kamar mandi. 

Boneka itu lucu. Kamar mandi itu asyik. Simpel dan bahagia.

Waktu TK, saya mulai suka nggambar. Tapi lomba gambar apapun, nggak pernah menang. Apalagi guru di sanggar lukis yang saya ikuti selalu memandu gambarnya. Ini begini, ini warnanya ini, dan sebagainya. Alhasil saya pun nggak betah dan kegiatan gambar menggambar berhenti di kelas 1 SD. Selanjutnya hingga hampir 10 tahun kemudian, menggambar cuma jadi selingan yang tak berarti.

Masuk SD, hidup saya berkutat di pelajaran. Saya sakit-sakitan dan nggak bisa olahraga. Maka satu-satunya kelebihan yang saya punya adalah belajar. Tapi ternyata belajar itu nggak asyik. Sekolah dan belajar cuma kewajiban buat saya. Hitam di atas kertas putih. Nilai-nilai bagus yang walaupun orang tua saya senang menerimnya, saya tidak merasa bangga sama sekali.

Di penghujung akhir SD dam masuk SMP, saya menemukan tujuan hidup saya yang baru : Musik. Waktu itu ortu kuat bayarin les musik di tempat yang bagus. Dan saat itu, saya bener-bener serius bermusik. Musik klasik udah jadi bagian dari hidup saya. Tiap hari latihan berjam-jam. Semua buku-buku penuh urutan tauge bernada itu saya pelajari sungguh-sungguh, satu persatu.

Saya benar-benar berusaha sangat keras supaya bisa loncat step saat ujian. Waktu itu, saya ngerasa bangga banget karena bisa sampai Grade 4 dalam 2 tahun. Waktu tampil di resital pertama pun rasanya bangga bukan main.

Tapi kemudian saya ngerasa seperti keterjang ombak yang tak terkalahkan. Rasanya seperti jalan di atas pasir. Berat dan capek sekali. Jari saya kecil, saya juga lamban dan kurang punya feeling.

Begitu banyak orang yang lebih mudah dari saya, tapi bisa mencapai grade yang lebih tinggi. Saya selalu mengalami kesulitan dalam tempo dan penafsiran. Saya paksakan terus berus berusaha. Tapi apa daya, saya bukan orang "spesial". Saya sadar itu ketika mendapat nilai C -ngepas banget untuk lulus-, di ujian terakhir saya. Saya menyukai musik. Tapi musik memang bukan untuk saya.

di samping musik, saya menemukan dunia yang baru lagi : Buku. Dari kecil memang udah suka baca buku. Tapi waktu masuk SMP, entah darimana saya dapet inspirasi untuk mulai ngarang buku sendiri. Saya bikin fanfic, mini novel, dan sebagainya. Walaupun masih amatiran, saya ngerasa senang sampai terbang ke langit rasanya waktu ada penggemar yang suka sama karya saya, kemudian nge-sms atau email saya. (sampai sekarang pun masih saya simpan)

Tapi ternyata kedua dunia ini memang nggak bisa bertahan lama. Apalagi setelah itu, keluarga saya mengalami masalah ekonomi. Kursus musik yang harganya nggak murah jelas harus berhenti.

Dan bagaikan petir turun dari langit, di akhir kelas tiga, saya kembali ke awal : Menggambar.

Semuanya saling berhubungan bagaikan benang takdir.

Di kursus musik, saya berkenalan dengan teman yang suka menulis novel di suatu situs internet.

Di situs itu, saya berkenalan dengan teman yang suka menggambar.

Dan akhirnya, seperti telah direncanakan Tuhan, saya balik menggambar.

Awalnya memang hancur membahana. Tapi saya terus berusaha, sampai sekarang.

Orang tua dan famili saya tidak memahami mengapa saya ingin serius dalam bidang desain. Bidang yang sangat asing dan buang-buang duit. Mereka lebih suka saya jadi dokter. Bahkan saya yakin, walaupun orang tua saya sudah merestui saya di bidang desain, dalam hati mereka masih mengharapkan saya menjadi dokter. Mereka juga terlihat kecewa waktu saya bilang saya tidak akan ambil SNMPTN kedokteran negeri.

Awalnya saya memang bimbang. 

Tapi saya kemudian sadar, bahwa hidup bukan untuk memilih.

Hidup telah memberikan pilihan yang tepat. 

Dan hidup saya untuk menggambar. 

Saya tidak pernah menyesali keputusan saya untuk masuk universitas swasta. 

Saya tidak pernah menyesal belajar menggambar.

Saya tidak pernah menyesal dilahirkan sakit-sakitan. Dengan olahraga, sekarang saya sudah jauh lebih sehat.

Saya tidak menyesal, walaupun nilai-nilai rapot saya mepet akibat lebih suka menggambar daripada belajar.

Belajar musik dan menulis karangan pun saya tidak menyesal. Dengan itu, saya menemukan betapa indahnya sebuah lagu dan betapa berharganya sebuah buku.

Hidup telah memilih saya untuk menjadi diri saya yang sekarang.

No comments:

Post a Comment